Kadang saya sering bertanya kedalam diri saya, sebenarnya apa yang saya inginkan, apa yang saya butuhkan. Apa tujuan saya, mimpi saya, cita-cita saya. Karena rasanya sejauh ini apa pun yang saya lakukan, tidak ada hasratnya. Semua menjadi tanda tanya. Apakah ini yang saya butuhkan? Atau inikah yang saya inginkan? Karena dari dulu saya tidak tahu bagaimana perasaan benar-benar menginginkan sesuatu, sejak ayah saya meninggal.
Pandangan Saya Terhadap Cara Didik Ayah Yang Luar Biasa
Mungkin saya terlalu bergantung dengan ayah saya. Wajar saja. Saya anak bungsu dari 5 bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan. Dan ayah saya hanya mengharapkan anak perempuan, dan saat saya lahir, kebayangkan bagaimana senangnya ayah saya. Sehingga saya dan ayah saya begitu dekat. Dan sangat-sangat dekat. Bahkan rasanya saya dan mama saya, adalah prioritasnya. Dan kakak-kakak saya di nomor dua kan. Memang sangat terasa perbedaan perlakuan ayah kepada saya dan kakak-kakak saya. Sehingga wajar jika mereka rasa tidak adil.
Dan selalu saya yang dilihat duluan. Tapi itu tidak membuat rasa sayang saya kepada kakak saya berubah, dan begitupun sebaliknya. Malah kakak saya sangat dekat dengan saya. Sehingga memanfaatkan saya dalam beberapa hal. Misalnya saat mereka menginginkan sesuatu, mereka akan mulai memengaruhi saya, sampai saya tertarik, dan saya akan minta ke ayah untuk belikan. Dan ya itu berhasil. Dan cara didik ayah saya, dia memberikan apa yang dia mampu berikan kepada saya.
Walaupun banyak di antaranya tidak saya minta. Apalagi jika saya minta, ayah saya akan mencarinya. Sehingga saya merasa sangat-sangat sayang padanya. Dia tidak pernah menuntut saya untuk menjadi yang terbaik di kelas. Tapi dengan kebaikannya, rasa sayangnya, membuat saya ingin berusaha dan memberikan yang terbaik, untuk membahagiakannya. Untuk membuat dia bangga pada saya. Saya masuk peringkat 5 besar dalam sekolah, dia sangat bangga padaku. Dia tidak pernah memaksa saya untuk menyukai sesuatu. Tapi dia melihat dimana potensi saya, disitu dia berikan jalan.